Under Pressure #1


Krik… krik… krik…
Suara jangkrik itu terdengar merdu pagi ini. Pagi yang cerah.

5.54 AM
1/17/2013

Tak… tak… tak…

Pengingat masa terus berdetak. Berirama,  berjalan mengikuti jalur orbitnya.

Tap… tap… tap…

Suara hentakan kaki pun ikut menyusup ke dalam gendang telingaku.

Grurugru..hruhruhruhru…

Hahaha… suara itu cukup sulit untuk dideskripsikan. Suara yang tenang, menandakan kehidupan. Melambungkan imaginasiku ke daerah pedesaan yang hijau dan asri.



Ngeeeeeng… brrrm, brrrm, brrrm…

Belalang besi lalu lalang di samping kamar miniku. Melaju dengan kencang dengan tujuan yang berbeda.

Hmmm…. Tuk tuk tuk.

Aku mengetuk-ngetuk hidungku.  Perbuatan tak sadar yang sering nampak tiap kali aku sedang memikirkan sesuatu.




Dor… Dor… Dor…

Pintu digedor. Hmmm…hari ini pasti jadwal sampah. Kuraih dan kukenakan jilbab putihku sambil berteriak “SEBENTAR, PAK!” kepada bapak pejuang sampah yang masih menggedor-gedor pintu. kubuka pintu depan. Bapak pejuang sampah tengah berkutat dengan sampah-sampah di sekitar wismaku. “Sekedap nggih pak.”Kuambil tempat sampah yang penuh dengan beraneka macam sampah dan bau lalu menyerahkannya kepada bapak pejuang sampah. Bapak pejuang sampah itu pun mengambilnya tanpa perasaan jijik atau ragu. Dimasukkannya sampah-sampah itu ke dalam keranjang sampahnya lalu ditekannya sampah-sampah itu menggunakan tangannya agar muat dan tidak berjatuhan. Pikirku pun melayang pada ucapan-ucapan yang sering kudengar dari kawan-kawanku. “Ih, bau ah. Gak mau.”, “Jijik banget . hoek.”

Terima kasih bapak pejuang sampah, yang membantu memperjuangkan kebersihan. Dan terima kasih sudah mengajariku sesuatu yang pastinya tidak aku dapatkan melalui pendidikan formal. Terkadang seseorang merasa hebat hanya karena telah menempuh pendidikan formal yang tinggi. Merasa dirinya tidak pantas untuk suatu hal yang kotor dan akan mencemari tubuhnya dengan keburukan.

Bagaimana mau bersih kalau hanya menghindari yang kotor? Bersihkan donk! Padahal dirinya sendiri kotor. Tangannya berlumuran kebusukan. Hatinya keras, tak mau tahu lingkungan sekitar. Itukah hasil pendidikan formal yang tinggi?

Huh, tragis. Banyak pelajar dan mahasiswa yang belajar di bawah tekanan. Bingung ketika nilainya jeblok. Frustrasi, takut beasiswanya dicabut. Belajar mati-matian hanya karena sebuah idealisme yang bobrok.

NILAI

NILAI

NILAI

Itukah yang dicari?

NILAI

LAGI-LAGI NILAI

Aku muak. Ambillah nilai-nilai itu.

Tak bisakah aku menuntut ilmu hanya karena aku ingin tahu? Apakah nilai-nilai itu lebih penting daripada pemahamanku?


Huh, tragis. Di bawah tekanan nilai, plagiat merajalela. Di bawah tekanan nilai, para pemuda kehilangan ruhnya sebagai seorang pembelajar. Hanya demi NILAI kawan. Semua mereka lakukan HANYA DEMI SEBUAH ANGKA. Bukan karena mengharapkan ridloNya.

Under Pressure.

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top