Bertahanlah! Kita masih Punya Tuhan



Burnout? 

Mungkin itu bukan kata yang tepat untukku sekarang.

Hardiness?

Ya, itulah yang aku butuhkan.
Aku hanya butuh melewati batu yang sangat curam itu dengan Hardiness. Sesuai dengan tugas Bab 1 dan Bab 2 yang harus aku selesaikan. Yang entah sekarang bisa aku selesaikan atau tidak. Aku pasrah, karena hatiku, pikiranku, telah tertuju kesana...

18.45

Suaranya bergetar. Suara yang sangat aku rindukan itu tak kusangka akan kudengar. Suara yang sangat lembut dan penuh kasih. Suara yang tak dimiliki siapapun di dunia ini.

Dia bertanya padaku, "Sedang apa?". Ketika aku menjawab aku hendak makan malam, dia berkata lagi, "Makan sama apa?".
Aku jawab, "Makan sama tahu penyet.". "Pasti beli ya? Wah enak ya hangat-hangat..." katanya lagi.

Aku senang, saaaaangat senang karena dia menanyakan kabarku, menanyakan apa yang kumakan, tapi... entah kenapa aku juga merasakan sesak di dada. Aku tahu mungkin itu jugalah yang dia rasa.

Suaranya mulai bergetar. Kurasakan dia masih ingin berbicara panjang denganku, tapi dia berusaha menahan. Dia berusaha tegar.
Akhirnya cerita itupun terungkap dari bibirnya. Dia lelah, aku tahu. Karena hati kami terikat jadi satu. Dia merasa sepi, sendiri, aku juga tahu. Karena lagi, kami terhubung melalui rindu.

Di ujung cerita, dia berkata, "Sudah, jangan dipikirkan ya." dengan suara yang makin bergetar. "Jangan dipikirkan, biarkan ini berjalan." Dia menarik nafas dalam, "Lanjutkan makannya ya! Makan yang banyak! Pokoknya jangan dipikirkan!" katanya lagi, masih dengan suara yang bergetar.

"Uhm." jawabku.

Tuut tuut tuuut tuuut....

Sambungan terputus.

Seketika perutku terasa penuh. Penyet tahu yang biasanya terasa nikmat itu tak mampu membuatku berselera lagi memakannya. Bagaimana bisa aku makan banyak? Bagaimana bisa aku tenang-tenang saja? Bagaimana bisa aku tak memikirkannya? Bukankah aku dan dia telah memiliki ikatan batin yang sangat kuat? Berbulan-bulan aku menyatu dengannya, bertahun-tahun aku bersamanya.

Kini... mungkin dua orang wanita tengah menangis bersama di ruang yang berbeda. Sama-sama measakan lelah, sendiri, dan tak tahu harus berbuat apa. Seakan tak ada orang lain di dunia, hanya kami. Dan... Tuhan.

Berharap Tuhan mengirimkan bantuanNya lagi pada kami karena hanya itulah yang mampu membuat kami bertahan dan merasa hidup ini masih ada harapan.

Peluk cintaku untukmu, Nda.
Apapun kondisinya, betapun susahnya menjalani hidup ini, asalkan bersamamu, aku selalu bahagia. :)

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top